BAB I
PENDAHULUAN
Pendidikan
adalah usah orang dewasa untuk membimbing anak didik agar tumbuh dan
berkembang menjadi manusia dewasa.
Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting dalam mengembangkan
potensi-potensi manusia yaitu potensi jasmani dan rohani. Pendidikan hendaknya
mampu mengembangkan aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik anak didik secara
maksimal. Di zaman era globalisasi ini banyak pengaruh negatif yang kita
temukan di lapangan yaitu adanya kenakalan remaja, pergaulan bebas, dan tawuran
antar pelajar. Oleh krena itu dunia pendidikan melakukan inovasi dan kreasi
dengan menawarkan konsep boarding school atau sekolah asrama.
Di
sekolah boarding school Anak didik bisa belajar lebih maksimal, fokus, bisa
berinteraksi langsung dengan guru, dan selalu terkontrol akativitas di asrama.
Manfaat lain adalah anak didik bisa belajar mandiri. Di lingkungan sekolah, para siswa dapat melakukan interaksi
dengan sesama siswa, bahkan berinteraksi dengan para guru setiap saat. Contoh
yang baik dapat mereka saksikan langsung di lingkungan mereka tanpa tertunda.
Dengan demikian, pendidikan kognisi, afektif, dan psikomotor siswa dapat
terlatih lebih baik dan optimal.
Boarding
School yang baik dijaga dengan ketat agar tidak terkontaminasi oleh hal-hal
yang tidak sesuai dengan sistem pendidikan atau dengan ciri khas suatu sekolah
berasrama. Dengan demikian peserta didik terlindungi dari hal-hal yang negatip
seperti merokok, narkoba, tayangan film/sinetron yang tidak produktif dan
sebagainya.
Oleh karena itu pemakalah akan
menjelaskan lebih lanjut tentang boarding school pada makalah berikut ini.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Boarding school terdiri dari dua kata yaitu boarding dan
school. Boarding berarti asrama. Dan school berarti sekolah. Boarding School adalah
sistem sekolah berasrama, dimana peserta didik dan juga para guru dan pengelola
sekolah tinggal di asrama yang berada dalam lingkungan sekolah dalam kurun
waktu tertentu biasanya satu semester diselingi
dengan berlibur satu bulan sampai menamatkan sekolahnya.
Boarding school atau sekolah berasrama. Para murid
mengikuti pendidikan reguler dari pagi hingga siang di sekolah kemudian
dilanjutkan dengan pendidikan agama atau pendidikan nilai-nilai khusus di malam
hari. Selama 24 jam anak didik berada di bawah pendidikan dan pengawasan para
guru pembimbing.
Boarding school adalah lembaga pendidikan di
mana para siswa tidak hanya belajar tetapi juga bertempat tinggal dan hidup
menyatu dengan di lembaga tersebut. Boarding School mengkombinasikan tempat di rumah, dipindah
ke institusi sekolah, di mana di sekolahb tersebut disediakan berbagai
fasilitas tempat tinggal; ruang tidur, ruang tamu, ruang belajar dan tempat
olah raga, perpustakaan, kesenian.
Maksudin mendefinisikan bahwa boarding school adalah sekolah
yang memiliki asrama, di mana para siswa hidup; belajar secara total di
lingkungan sekolah. Karena itu segala jenis kebutuhan hidup dan kebutuhan
belajar disediakan oleh sekolah (Maksudin, 2006, hlm.8). Mengapa boarding
school ? Jawabnya adalah karena kelebihan model sekolah ini. Adapun
kelebihannya yaitu: kelas lebih kecil, semua siswa dapat berpartisipasi dalam
program belajar, mutu akademik dan skill menjadi prioritas boarding school,
dapat memanfaatkan secara optimal sumber-sumber belajar, dan dapat berkomunikasi
langsung dengan pembimbing.[1]
Boarding School bukan
sesuatu yang baru dalam konteks pendidikan di Indonesia. Karena sudah sejak
lama lembaga-lembaga pendidikan di Indonesia menghadirkan konsep pendidikan boarding
school yang mengadopsi
“Pondok Pesantren”.
Ketika dipertengahan tahun 1990
an masyarakat Indonesia mulai gelisah dengan kondisi kualitas generasi bangsa
yang cenderung terdikotomi secara ekstrim-yang pesantren terlalu ke-agama dan
yang sekolah umum terlalu ke-duniawian-ada upaya untuk mengawinkan pendidikan
umum dan pesantren dengan melahirkan term baru yang disebut boarding school
atau internat yang bertujuan untuk melaksanakan pendidikan yang lebih
komprehensif-holistik, ilmu dunia (umum) dapat capai dan ilmu agama juga
dikuasai. Maka sejak itu mulai munculah banyak sekolah-sekolah boarding yang
didirikan.
Hal ini juga dilator belakangi
oleh pendidikan bangsa Indonesia yang selama ini dipandang belum memenuhi
harapan yang ideal. Boarding school yang pola pendidikannya lebih komprehensif-holistik
lebih memungkinkan untuk menciptakan lingkungan pendidikan yang ideal untuk
melahirkan orang-orang yang akan dapat membawa gerbong dan motor pergerakan
kehidupan social, politik, ekonomi dan agama.[2]
Kehadiran boarding school
(pesantren) menjadi suatu keniscayaan untuk dilibatkan. Sebab sekolah ini
didirikan dengan tujuan mengadakan transformasi sosial bagi masyarakat sekitar.[3]
Dari banyak sekolah-sekolah
boarding di Indonesia, terdapat 3 corak yaitu bercorak agama,
nasionalis-religius, dan ada yang nasionalis. Untuk yang bercorak agama terbagi
dalam banyak corak ada yang fundamentalis, moderat sampai yang agak liberal.
Kehadiran boarding school telah
memberikan alternative pendidikan bagi para orang tua yang ingin menyekolahkan
anaknya. Seiring dengan pesatnya modernitas, dimana orang tua tidak hanya Suami
yang bekerja tapi juga istri bekerja sehingga anak tidak lagi terkontrol dengan
baik maka boarding school adalah tempat terbaik untuk menitipkan
anak-anak mereka, baik makannya, kesehatannya, keamanannya, sosialnya, dan yang
paling penting adalah pendidikanya yang sempurna. Namun juga tidak dipungkiri
kalau ada factor-faktor yang negative kenapa orang tua memilih boarding school
yaitu keluarga yang tidak harmonis, dan yang ekstrim karena sudah tidak mau/mampu
mendidik anaknya dirumah.[4]
B. Faktor-faktor
Pendukunya Berkembangnya Boarding School
Keberadaan
Boarding School adalah suatu konsekuennsi logis dari perubahan lingkungan
sosial dan keadaan ekonomi serta cara pandang religiusitas masyarakat. Dijelaskan
sebagai berikut:
1. Lingkungan
sosial yang kini telah banyak berubah, terutama di kota-kota besar. Sebagian
besar penduduk tidak lagi tinggal dalam suasana masyarakat yang homogen,
kebiasaan lama bertempat tinggal dengan keluarga besar satu klan atau marga
telah lama bergeser kearah masyarakat yang heterogen, majemuk, dan plural. Hal
ini berimbas pada pola perilaku masyarakat yang berbeda karena berada dalam
pengaruh nilai-nilai yang berbeda pula. Oleh karena itu, sebagian besar
masyarakat yang terdidik dengan baik menganggap bahwa lingkungan sosial seperti
itu sudah tidak lagi kondusif bagi pertumbuhan dan perkembangan intelektual dan
perkembangan anak.
2. Keadaan
ekonomi masyarakat yang semakin membaik, mendorong pemenuhan kebutuhan di atas
kebutuhan dasar seperti kesehatan dan pendidikan. Bagi kalangan menengah-atas
yang baru muncul akibat tingkat pendidikan mereka yang cukup tinggi sehingga
mendapatkan posisi-posisi yang baik dalam lapangan pekerjaan berimplikasi pada
tingginya penghasilan mereka. Hal ini mendorong niat dan tekad untuk memberikan
pendidikan yang terbaik bagi anak-anak melebihi pendidikan yang telah diterima
oleh orang tuanya.
3. Cara
pandang religiusitas masyarakat telah, sedang, dan akan terus berubah.
Kecenderungan terbaru masyarakat perkotaan sedang bergerak ke arah yang semakin
religius. Indikatornya adalah semakin diminati dan semaraknya kajian dan
berbagai kegiatan keagamaan. Modernitas membawa implikasi negatif dengan adanya
ketidak seimbangan antara kebutuhan ruhani dan jasmani. Untuk itu masyarakat
tidak ingin hal yang sama akan menimpa anak-anak mereka. Intinya, ada keinginan
untuk melahirkan generasi yang lebih agamis atau memiliki nilai-nilai hidup
yang baik mendorong orang tua mencarikan sistem pendidikan alternatif.[5]
C. Karakteristik
Boarding School
Secara
embrional, boarding school telah mengembangkan aspek-aspek tertentu dari
nilai-nilai yang ada pada masyarakat. Sejak awal berdirinya lembaga ini sangat
menekankan kepada moralitas dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemandirian, kesederhanaan,
dan sejenisnya. [6]
Karakteristik system pendidikan
Boarding School, diantaranya adalah:
1. Dari
segi sosial, system boarding school mengisolasi anak didik dari lingkungan sosial yang heterogen
yang cenderung buruk. Di lingkungan sekolah dan asrama dikonstruksi suatu
lingkungan sosial yang relatif homogen yakni teman sebaya dan para guru
pembimbing. Homogen dalam tujuan yakni menuntut ilmu sebagai sarana mengejar
cita-cita.
2. Dari segi ekonomi, boarding school
memberikan layanan yang paripurna sehingga menuntut biaya yang cukup tinggi.
Oleh karena itu anak didik akan benar-benar terlayani dengan baik melalui
berbagai layanan dan fasilitas.
3. Dari segi semangat religiusitas,
boarding school menjanjikan pendidikan yang seimbang antara kebutuhan jasmani
dan ruhani, intelektual dan spiritual. Diharapkan akan lahir peserta didik yang
tangguh secara keduniaan dengan ilmu dan teknologi, serta siap secara iman dan
amal saleh.[7]
D. Klasifikasi
Boarding School
Jenis-jenis Boarding School.
1. Menurut
system bermukim siswa[8]
No.
|
Tipe Boarding School
|
Keterangan
|
1
|
All Boarding School
|
Seluruh siswa tinggal di asrama/sekolah
|
2
|
Boarding day school
|
Sebagian siswanya tinggal di asrama dan sebagian
lagi tinggal di sekitar asrama
|
3
|
Day boarding
|
Mayoritas tidak tinggal di asrama meskipun
sebagian ada yang tinggal di asrama
|
2. Menurut
Jenis Siswa[9]
No.
|
Tipe Boarding School
|
keterangan
|
1
|
Junior boarding school
|
Sekolah yang menerima murid dari tingkat SD sampai
dengan SMP, namun umumnya tingkat SMP saja.
|
2
|
Co-educational school
|
Sekolah yang menerima siswa laki-laki dan
perempuan
|
3
|
Boys school
|
Sekolah yang menerima siswa laki-laki saja
|
4
|
Girls school
|
Sekolah yang menerima siswa perempuan saja
|
5
|
Pre- professional arts school
|
Sekolah khusus untuk seniman
|
6
|
Special-Need Boarding School
|
Sekolah untuk anak-anak yang bermasalah dengan
sekolah biasa
|
3. Menurut
system sekolah
No.
|
Tipe Boarding School
|
Keterangan
|
1
|
Military school
|
Sekolah yang mengikuti aturan militer dan biasanya
menggunakan seragam khusus
|
2
|
5 day boarding school
|
Sekolah dimana siswa dapat memilih untuk tinggal
diasrama atau pulang di akhir pekan
|
E. Perbedaan
Sekolah Formal dan Boarding School
1. Perbedaan
Sekolah Formal dan Boarding School
No.
|
Kriteria
|
Sekolah Formal
|
Boarding School
|
1
|
Fasilitas
|
Fasilitas standar sekolah umum
|
Dilengkapi fasilitas hunian dan berbagai fasilitas
pendukung (sarana ibadah, olahraga, dll)
|
2
|
Kegiatan harian
|
Jadwal kegiatan terbatas pada KBM
|
Jadwal kegiatan harian teratur
|
3
|
Sistwm pendidikan
|
Pengajaran formal di kelas dan kegiatan
ekstrakurikuler
|
Pengajaran formal, ekstrakurikuler, pendidikan
khusus /informal (keagamaan dll)
|
4
|
Aktivitas
|
Siswa dating kesekolah untuk belajar kemudian
pulang
|
Siswa belajar dan tinggal di sekolah, kehidupan
siswa ada di sekolah
|
5
|
kurikulum
|
Kurikulum standar Nasional
|
Kurikulum standar Nasional, kurikulum Departemen
Agama, dan kurikulum tambahan khas Boarding School
|
6
|
Karakter arsitektur
|
Terdiri dari satu atau beberapa massa yang kompak
|
Banyak massa yang menyebar dengan massa hunian
umumnya mengelilingi massa hunian
|
7
|
Pemanfaatan waktu
|
Waktu sangat terbatas pada KBM
|
Tidak terbatas di jam belajar, juga di jam
pelajaran
|
8
|
Proses pendidikan
|
Perhatian guru tidak optimum, karena keterbatasan
waktu dan perbandingan jumlah siswa dan guru yang relative besar
|
Perhatian lebih optimum, karena waktu interaksi
yang dimiliki lebih banyak, perbandingan siswa dan guru lebih kecil
|
9
|
Jumlah siswa
|
40-45 orang
|
Minimla 18 orang maksimal 30 orang
|
10
|
konsep
|
Sekuler (memisahkan agama dan ilmu pengetahuan,
dan penerapan kehidupan sehari-hari)
|
Islam integrated (hal ini berdasar konsep ajaran
islam yang meliputi bidang sosial, budaya, politik, science)
|
11
|
Nuansa religius
|
Hampir tidak tampak
|
Sangat kental, terlihat dari segi berpakaian dan
kebiasaan
|
2. Perbedaan
Secara Terjemahan Arsitektural
No.
|
Kriteria
|
Sekolah Formal
|
Boarding School
|
1
|
kurikulum
|
Tidak membutuhkan ruang belajar khusus
|
Membutuhkan belajar khusus untuk tahfidz dan tarih
islam
|
2
|
Jumlah anak didik
|
Ruang kelas berukuran minimum 90 m² (kapasitas 45
orang)
|
Ruang kelas 72 m² (kapasitas 30 orang) dan ruang
kelas 30 m² (kapasitas 18 orang)
|
3
|
Konsep
|
Bebas
|
Lingkungan sekolah islami (membangkitkan
penghayatan terhadap nilai-nilai islam) bangunan sebagai penghayatan Islam
|
4
|
Nuansa religius
|
Arsitektur tidak harus mendukung terjadinya
pengalaman spiritual
|
Arsitektur sangat mendukung, menggunakan
keteraturan pola dan beradaptasi untuk ketenangan, menghubungkan ruang dalam
dan ruang luar
|
5
|
Pembagian kelas
|
Jumlah ruang kelas berdasarkan ruang murid secara
keseluruhan
|
Jumlah ruang kelas berdasarkan seluruh jumlah
siswa putra dan putri
|
6
|
Fungsi masjid
|
Peletakan masjid tidak menjadi focus perancangan
|
Masjid aktif, menjadi bagian yang tidak
terpisahkan dari kegiatan komunitas sekolah.
|
F. Keunggulan
Boarding School
Banyak
keunggulan yang terdapat
dalam sistem asrama atau boarding school ini. Dengan sistem pesantren atau
mondok, seorang siswa atau santri tidak hanya belajar secara kognitif,
melainkan juga afektif dan psikomotor.
Salah satu cara terbaik mengajarkan dunia afektif adalah
pemberian teladan dan contoh dari para pemimpin dan orang-orang yang
berpengaruh di sekitar anak. Dengan mengasramakan anak didik sepanjang 24 jam,
anak didik tidak hanya mendapatkan pelajaran secara kognitif, melainkan dapat
menyaksikan langsung bagaimana perilaku ustadz, guru, dan orang-orang yang
mengajarkan mereka. Para siswa bisa menyaksikan langsung, bahkan mengikuti
imam, bagaimana cara salat yang khusuk, misalnya. Ini sangat berbeda dengan
pelajaran salat, misalnya, yang tanpa disertai contoh dan pengalaman makmum kepada
imam yang salatnya khusuk. Jangan-jangan pelajaran di ke kelas bisa berbeda
dengan pelaksanaan di rumah saat murid/santri melaksanakannya sendiri.
Sistem boarding school mampu mengoptimalkan ranah kognitif,
afektif, dan psikomotor siswa, maka sistem mesantren ini memiliki prasyarat
agar para guru dan pengelola sekolah siap mewakafkan dirinya selama 24 jam.
Selama siang dan malam ini, mereka melakukan proses pendidikan, baik ilmu
pengetahuan, maupun memberikan contoh bagaimana mengamalkan berbagai ilmu yang
diajarkan tersebut.
Kelebihan-kelebihan lain dari sistem ini adalah sistem
boarding lebih menekankan pendidikan kemandirian. Berusaha menghindari dikotomi
keilmuan (ilmu agama dan ilmu umum). Dengan pembelajaran yang mengintegrasikan
ilmu agama dan ilmu umum diharapkan akan membentuk kepribadian yang utuh setiap
siswanya. Pelayanan pendidikan dan bimbingan dengan sistem boarding school yang
diupayakan selama 24 jam, akan diperoleh penjadwalan pembelajaran yang lebih
leluasa dan menyeluruh, segala aktifitas siswa akan senantiasa terbimbing,
kedekatan antara guru dengan siswa selalu terjaga, masalah kesiswaan akan
selalu diketahui dan segera terselesaikan, prinsip keteladanan guru akan
senantiasa diterapkan karena murid mengetahui setiap aktifitas guru selama 24
jam. Pembinaan mental siswa secara khusus mudah dilaksanakan, ucapan, perilaku
dan sikap siswa akan senantiasa terpantau, tradisi positif para siswa dapat
terseleksi secara wajar, terciptanya nilai-nilai kebersamaan dalam komunitas
siswa, komitmen komunitas siswa terhadap tradisi yang positif dapat tumbuh
secara leluasa, para siswa dan guru-gurunya dapat saling berwasiat mengenai
kesabaran, kebenaran, kasih sayang, dan penanaman nilai-nilai kejujuran,
toleransi, tanggungjawab, kepatuhan dan kemandirian dapat terus-menerus diamati
dan dipantau oleh para guru / pembimbing.[10]
Sekolah
berasrama biasanya mempunyai fasilitas yang lengkap, sebagai penunjang
pencapaian target program pendidikan sekolah berasrama. Dengan fsilitas lengkap
sekolah dapat mengekplaitasi potensi untuk membangun lembaga pendidikan yang
kompeten dalam menghasilkan output yang berkualitas.
Sekolah
berasrama dapat merancang program pendidikan yang komprehensif-holistik dari
program pendidikan kaagamaan, academic development, life skill sampai membangun
wawasan global. Bahkan pembelajaran tidak hanya sampai pada tataran teoritis ,
tapi juga implementasi baik dalam konteks belajar ilmu ataupun belajar hidup.
Dalam sekolah
berasrama semua elemen yang ada dalam kompleks sekolah terlibat dalam proses
pendidikan. Aktornya tidak hanya guru atau bisa dibalik gurunya bukan hanya
guru mata pelajaran,tapi semua orang dewasa yang ada di Boarding School adalah
guru. Siwa tidak bisa lagi diajarkan bahasa-bahasa langit, tapi siswa melihat
langsung praktek kehidupan dalam berbagai aspek. Begitu juga dalam membangun
religious society, maka semua elemen yang terlibat mengimplmentasikan agama
secara baik.
Sekolah
berasrama mampu menampung siswa dari berbagai latar belakang yang berbeda.
Siswa berasal dari berbagai daerah yang mempunyai latar belakang sosial,
budaya, tingkat kecerdasan, kemempuan akademik yang sangat beraga, keadaan ini
sangat kondusif untuk membangun wawasan nasional, dan siswa terbiasa
berinteraksi dengan siswa yang berbeda.
Sekolah
berasrama berupaya secara total untuk menjaga keamanan siswa-siswinya. Makanya,
banyak sekolah berasrama yang mengadop pola penidikan militer untuk menjaga
keamanan siswa-siswinya. Tata tertib dibuat sangat rigid lengkap dengan
sanksi-sanksi bagi pelanggarnya.
G. Problematika
Boarding School
Sampai saat ini sekolah-sekolah berasrama dalam
pengamatan saya masih banyak mempunyai persoalan yang belum dapat diatasi
sehingga banyak sekolah berasrama layu sebelum berkembang dan itu terjadi pada
sekolah-sekolah boarding perintis. Faktor-faktornya adalah sebagai
berikut:
1. Ideologi
Boarding school yang tidak jelas
Term ideology yang digunakan untuk menjelaskan
tipologi atau corak sekolah berasrama, apakah religius, nasionalis, atau
nasionalis-religius. Yang mengambil corak religius sangat beragam dari yang
fundamentalis, moderat sampai liberal. Masalahnya dalam implementasi
ideologinya tidak dilakukan secara kaffah. Terlalu banyak improvisasi
yang bias dan keluar dari pakem atau frame ideology tersebut. Hal itu
juga serupa dengan yang nasionalis, tidak mengadopsi pola-pola pendidikan
kedisiplinan militer secara kaffah, akibatnya terdapat kekerasan dalam
sekolah berasrama.
2. Dikotomi
guru asrama vs guru sekolah
Sampai saat ini sekolah berasrama kesulitan mencari
guru yang cocok untuk sekolah berasrama. Pabrikan guru tidak “memproduksi”
guru-guru sekolah berasrama. Akibatnya, masing-masing sekolah mendidik guru asramanya
sendiri sesuai dengan pengetahuan yang dimiliki oleh lembaga tersebut. Guru
sekolah (mata pelajaran) bertugas hanya untuk mengampu mata pelajarannya,
sementara guru pengasuhan adalah tersendiri hanya bicara soal pengasuhan.
Padahal idealnya, dua kompetensi tersebut harus melekat dalam Boarding school.
3. Kurikulum
Pengasuhan yang tidak Baku
Salah satu yang membedakan sekolah-sekolah
berasrama adalah kurikulum pengasuhannya. Kalau bicara kurikulum academicnya
dapat dipastikan hampir sedikit perbedaannya. Semuanya mengacu kepada kurikulum
KTSP-nya produk DEPDIKNAS dengan ditambah pengayaan atau suplemen kurikulum
international dan muatan local. Tapi kalau bicara tentang pola pengasuhan
sangat beragam, dari yang sangat militer (disiplin) sampai ada yang terlalu
lunak. Kedua-duanya mempunyai efek negative, pola militer melahirkan siswa yang
berwatak keras dan terlalu lunak menimbulkan watak licik yang bisa mengantar
sang siswa mempermainkan
4. Sekolah
dan Asrama Terletak dalam Satu Lokasi
Umumnya sekolah-sekolah berasrama berada dalam satu
lokasi dan dalam jarak yang sangat dekat. Kondisi ini yang telah banyak
berkontribusi dalam menciptakan kejenuhan anak berada di sekolah Asrama. Karena
menurut Komaruddin Hidayat (Direktur Executive Madania), siswa harus mengalami
semacam proses berangkat ke sekolah. Dengan begitu, mereka mengenyam suasana
meninggalkan tempat menginap, berinteraksi dengan sesama siswa di jalan, serta
melihat aktivitas masyarakat sepanjang jalan, sehingga siswa dituntut memiliki
mobilitas tinggi, kesehatan dan kebugaran yang baik, dan dapat membaca setiap
fenomena yang ada disekitarnya.[11]
H. Solusi
Terhadap Problematka Boarding School
Kebanyakan dari siswa yang
sekolah pada Boarding School adalah kemauan dari orang tua siswa bukan dari
siswa itu sendiri. Akibatnya, dubutuhkan waktu yang lama (rata-rata 4 bulan)
untuk siswa menyesuaikan diri dan masuk kedalam konsep pendidikan boarding yang
integrative. Hal ini disebabkan karena citra seklolah berasrama yang
menakutkan, kaku, membosankan. Oleh sebab itu perlu di-design sekolah
berasrama yang menarik nyaman dan menyenangkan.
Sekolah berasrama tidak cukup hanya dengan menyediakan
fasilitas akademik dan fasilitas menginap memadai bagi siswa, tetapi juga
menyediakan guru yang menggantikan peran orangtua dalam pembentukan watak dan
karakter. Kedekatan antara siswa dan guru dalam sekolah berasrama yang tercipta
oleh intensitas pertemuan yang memadai akan mempermudah proses transfer ilmu
dari pendidik ke peserta didik. Kedekatan akan mengubah posisi guru di mata
para murid. Dari sosok ditakuti atau disegani ke sosok yang ingin diteladani.
Dr Georgi Lozanov (1897) menyatakan bahwa suatu tindak tanduk yang
diperlihatkan oleh gurunya kepada para siswa dalam proses belajarnya, merupakan
tindakan yang paling berpengaruh, sangat ampuh serta efektif dalam membentuk
kepribadian mereka.
Dalam konteks manajemen sekolah,
boarding school model pengelolaannya harus lebih lentur, efektive, dan
menerapkan manajemen berbasis sekolah secara konsisten.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Sekolah Berasrama adalah
alternative terbaik buat para orang tua menyekolahkan anak mereka dalam kondisi
apapun. Selama 24 jam anak hidup dalam pemantauan dan control yang total dari
pengelola, guru, dan pengasuh di seklolah-sekolah berasrama. Anak betul-betul
dipersiapkan untuk masuk kedalam dunia nyata dengan modal yang cukup, tidak
hanya kompetensi akademis, tapi skill-skill lainnya dipersiapkan sehingga
mereka mempunyai senjata yang ampuh untuk memasuki dan manaklukan dunia ini.
Di sekolah berasrama anak
dituntut untuk dapat menjadi manusia yang berkontribusi besar bagi kemanusiaan.
Mereka tidak hanya hidup untuk dirinya dan keluarganya tapi juga harus berbuat
untuk bangsa dan Negara. Oleh sebab itu dukungan fasilitas terbaik, tenaga
pengajar berkualitas, dan lingkungan yang kondusif harus didorong untuk
mencapai cita-cita anak bangsa.
DAFTAR PUSTAKA
A’la,
Abd, Pembaruan Pesantren, Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2006
Mas’ud.
Abdurrahman, Dari Haramain ke Nusantara, Jejak Intelektual Arsitek
Pesantren, Jakarta: Pranada Media Group, 2006
Muslimin,
Sutrisno, “Boarding School: Solusi Pendidikan Untuk Melahirkan Pemimpin Masa
Depan”, dalam http://sutris02.wordpress.com/
Tahya, A. Halim Fathani, “Boarding
School dan Pesantren Masa Depan”, dalam http://masthoni.wordpress.com/2009/06/14/boarding-school-dan-pesantren-masa-depan/#more-162
Maksudin, ( 2006) Pendidikan Nilai Sistem Boarding School di SMP IT
Abu Bakar(Hasil Penelitian Untuk Disertasi), Yogyakarta : Program Pasca Sarjana UIN Sunan Kalijaga
[1] Maksudin ( 2006) Pendidikan Nilai
Sistem Boarding School di SMP IT Abu Bakar(Hasil Penelitian Untuk Disertasi),
Yogyakarta : Program Pasca Sarjana UIN Sunan Kalijaga
[2]
Sutrisno Muslimin, “Boarding School: Solusi
Pendidikan Untuk Melahirkan Pemimpin Masa Depan”, dalam http://sutris02.wordpress.com/ , (23 Maret 2009).
[3]
Abd A’la, Pembaruan
Pesantren, (Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2006), 47.
[5]
A. Halim Fathani Tahya, “Boarding School
dan Pesantren Masa Depan”, dalam http://masthoni.wordpress.com/2009/06/14/boarding-school-dan-pesantren-masa-depan/#more-162 (14 Juni 2009).
[6]
Abd A’la, Pembaruan Pesantren, (Yogyakarta:
Pustaka Pesantren, 2006), 49.
[9]
Ibid.
[10]
A. Halim Fathani Tahya, “Boarding School
dan Pesantren Masa Depan”, dalam http://masthoni.wordpress.com/2009/06/14/boarding-school-dan-pesantren-masa-depan/#more-162 (14 Juni 2009).
[11]
Sutrisno Muslimin, “Boarding School: Solusi
Pendidikan Untuk Melahirkan Pemimpin Masa Depan”, dalam http://sutris02.wordpress.com/