Jumat, 06 Juli 2012

boarding school


BAB I
 PENDAHULUAN

Pendidikan adalah usah orang dewasa untuk membimbing anak didik agar tumbuh dan berkembang  menjadi manusia dewasa. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting dalam mengembangkan potensi-potensi manusia yaitu potensi jasmani dan rohani. Pendidikan hendaknya mampu mengembangkan aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik anak didik secara maksimal. Di zaman era globalisasi ini banyak pengaruh negatif yang kita temukan di lapangan yaitu adanya kenakalan remaja, pergaulan bebas, dan tawuran antar pelajar. Oleh krena itu dunia pendidikan melakukan inovasi dan kreasi dengan menawarkan konsep boarding school atau sekolah asrama.
Di sekolah boarding school Anak didik bisa belajar lebih maksimal, fokus, bisa berinteraksi langsung dengan guru, dan selalu terkontrol akativitas di asrama. Manfaat lain adalah anak didik bisa belajar mandiri. Di lingkungan sekolah, para siswa dapat melakukan interaksi dengan sesama siswa, bahkan berinteraksi dengan para guru setiap saat. Contoh yang baik dapat mereka saksikan langsung di lingkungan mereka tanpa tertunda. Dengan demikian, pendidikan kognisi, afektif, dan psikomotor siswa dapat terlatih lebih baik dan optimal.
Boarding School yang baik dijaga dengan ketat agar tidak terkontaminasi oleh hal-hal yang tidak sesuai dengan sistem pendidikan atau dengan ciri khas suatu sekolah berasrama. Dengan demikian peserta didik terlindungi dari hal-hal yang negatip seperti merokok, narkoba, tayangan film/sinetron yang tidak produktif dan sebagainya.
Oleh karena itu pemakalah akan menjelaskan lebih lanjut tentang boarding school pada makalah berikut ini.





BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian
Boarding school terdiri dari dua kata yaitu boarding dan school. Boarding berarti asrama. Dan school berarti sekolah. Boarding School adalah sistem sekolah berasrama, dimana peserta didik dan juga para guru dan pengelola sekolah tinggal di asrama yang berada dalam lingkungan sekolah dalam kurun waktu tertentu biasanya satu semester diselingi dengan berlibur satu bulan sampai menamatkan sekolahnya.
Boarding school atau sekolah berasrama. Para murid mengikuti pendidikan reguler dari pagi hingga siang di sekolah kemudian dilanjutkan dengan pendidikan agama atau pendidikan nilai-nilai khusus di malam hari. Selama 24 jam anak didik berada di bawah pendidikan dan pengawasan para guru pembimbing.
Boarding school adalah lembaga pendidikan di mana para siswa tidak hanya belajar tetapi juga bertempat tinggal dan hidup menyatu dengan di lembaga tersebut. Boarding School mengkombinasikan tempat di rumah, dipindah ke institusi sekolah, di mana di sekolahb tersebut disediakan berbagai fasilitas tempat tinggal; ruang tidur, ruang tamu, ruang belajar dan tempat olah raga, perpustakaan, kesenian.
Maksudin mendefinisikan bahwa boarding school adalah sekolah yang memiliki asrama, di mana para siswa hidup; belajar secara total di lingkungan sekolah. Karena itu segala jenis kebutuhan hidup dan kebutuhan belajar disediakan oleh sekolah (Maksudin, 2006, hlm.8). Mengapa boarding school ? Jawabnya adalah karena kelebihan model sekolah ini. Adapun kelebihannya yaitu: kelas lebih kecil, semua siswa dapat berpartisipasi dalam program belajar, mutu akademik dan skill menjadi prioritas boarding school, dapat memanfaatkan secara optimal sumber-sumber belajar, dan dapat berkomunikasi langsung dengan pembimbing.[1]
 Boarding School bukan sesuatu yang baru dalam konteks pendidikan di Indonesia. Karena sudah sejak lama lembaga-lembaga pendidikan di Indonesia menghadirkan konsep pendidikan boarding school yang mengadopsi “Pondok Pesantren”.
Ketika dipertengahan tahun 1990 an masyarakat Indonesia mulai gelisah dengan kondisi kualitas generasi bangsa yang cenderung terdikotomi secara ekstrim-yang pesantren terlalu ke-agama dan yang sekolah umum terlalu ke-duniawian-ada upaya untuk mengawinkan pendidikan umum dan pesantren dengan melahirkan term baru yang disebut boarding school atau internat yang bertujuan untuk melaksanakan pendidikan yang lebih komprehensif-holistik, ilmu dunia (umum) dapat capai dan ilmu agama juga dikuasai. Maka sejak itu mulai munculah banyak sekolah-sekolah boarding yang didirikan.
Hal ini juga dilator belakangi oleh pendidikan bangsa Indonesia yang selama ini dipandang belum memenuhi harapan yang ideal. Boarding school  yang pola pendidikannya lebih komprehensif-holistik lebih memungkinkan untuk menciptakan lingkungan pendidikan yang ideal untuk melahirkan orang-orang yang akan dapat membawa gerbong dan motor pergerakan kehidupan social, politik, ekonomi dan agama.[2]
Kehadiran boarding school (pesantren) menjadi suatu keniscayaan untuk dilibatkan. Sebab sekolah ini didirikan dengan tujuan mengadakan transformasi sosial bagi masyarakat sekitar.[3]
Dari banyak sekolah-sekolah boarding di Indonesia, terdapat 3 corak yaitu bercorak agama, nasionalis-religius, dan ada yang nasionalis. Untuk yang bercorak agama terbagi dalam banyak corak ada yang fundamentalis, moderat sampai yang agak liberal.
Kehadiran boarding school telah memberikan alternative pendidikan bagi para orang tua yang ingin menyekolahkan anaknya. Seiring dengan pesatnya modernitas, dimana orang tua tidak hanya Suami yang bekerja tapi juga istri bekerja sehingga anak tidak lagi terkontrol dengan baik maka boarding school adalah tempat terbaik untuk menitipkan anak-anak mereka, baik makannya, kesehatannya, keamanannya, sosialnya, dan yang paling penting adalah pendidikanya yang sempurna. Namun juga tidak dipungkiri kalau ada factor-faktor yang negative kenapa orang tua memilih boarding school yaitu keluarga yang tidak harmonis, dan yang ekstrim karena sudah tidak mau/mampu mendidik anaknya dirumah.[4]

B.     Faktor-faktor Pendukunya Berkembangnya Boarding School
Keberadaan Boarding School adalah suatu konsekuennsi logis dari perubahan lingkungan sosial dan keadaan ekonomi serta cara pandang religiusitas masyarakat. Dijelaskan sebagai berikut:
1.      Lingkungan sosial yang kini telah banyak berubah, terutama di kota-kota besar. Sebagian besar penduduk tidak lagi tinggal dalam suasana masyarakat yang homogen, kebiasaan lama bertempat tinggal dengan keluarga besar satu klan atau marga telah lama bergeser kearah masyarakat yang heterogen, majemuk, dan plural. Hal ini berimbas pada pola perilaku masyarakat yang berbeda karena berada dalam pengaruh nilai-nilai yang berbeda pula. Oleh karena itu, sebagian besar masyarakat yang terdidik dengan baik menganggap bahwa lingkungan sosial seperti itu sudah tidak lagi kondusif bagi pertumbuhan dan perkembangan intelektual dan perkembangan anak.
2.      Keadaan ekonomi masyarakat yang semakin membaik, mendorong pemenuhan kebutuhan di atas kebutuhan dasar seperti kesehatan dan pendidikan. Bagi kalangan menengah-atas yang baru muncul akibat tingkat pendidikan mereka yang cukup tinggi sehingga mendapatkan posisi-posisi yang baik dalam lapangan pekerjaan berimplikasi pada tingginya penghasilan mereka. Hal ini mendorong niat dan tekad untuk memberikan pendidikan yang terbaik bagi anak-anak melebihi pendidikan yang telah diterima oleh orang tuanya.
3.      Cara pandang religiusitas masyarakat telah, sedang, dan akan terus berubah. Kecenderungan terbaru masyarakat perkotaan sedang bergerak ke arah yang semakin religius. Indikatornya adalah semakin diminati dan semaraknya kajian dan berbagai kegiatan keagamaan. Modernitas membawa implikasi negatif dengan adanya ketidak seimbangan antara kebutuhan ruhani dan jasmani. Untuk itu masyarakat tidak ingin hal yang sama akan menimpa anak-anak mereka. Intinya, ada keinginan untuk melahirkan generasi yang lebih agamis atau memiliki nilai-nilai hidup yang baik mendorong orang tua mencarikan sistem pendidikan alternatif.[5]
C.     Karakteristik Boarding School
Secara embrional, boarding school telah mengembangkan aspek-aspek tertentu dari nilai-nilai yang ada pada masyarakat. Sejak awal berdirinya lembaga ini sangat menekankan kepada moralitas dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemandirian, kesederhanaan, dan sejenisnya. [6]
Karakteristik system pendidikan Boarding School, diantaranya adalah:
1.      Dari segi sosial, system boarding school mengisolasi anak didik dari lingkungan sosial yang heterogen yang cenderung buruk. Di lingkungan sekolah dan asrama dikonstruksi suatu lingkungan sosial yang relatif homogen yakni teman sebaya dan para guru pembimbing. Homogen dalam tujuan yakni menuntut ilmu sebagai sarana mengejar cita-cita.
2.      Dari segi ekonomi, boarding school memberikan layanan yang paripurna sehingga menuntut biaya yang cukup tinggi. Oleh karena itu anak didik akan benar-benar terlayani dengan baik melalui berbagai layanan dan fasilitas.
3.      Dari segi semangat religiusitas, boarding school menjanjikan pendidikan yang seimbang antara kebutuhan jasmani dan ruhani, intelektual dan spiritual. Diharapkan akan lahir peserta didik yang tangguh secara keduniaan dengan ilmu dan teknologi, serta siap secara iman dan amal saleh.[7]
D.    Klasifikasi Boarding School
Jenis-jenis Boarding School.
1.      Menurut system bermukim siswa[8]
No.
Tipe Boarding School
Keterangan
1
All Boarding School
Seluruh siswa tinggal di asrama/sekolah
2
Boarding day school
Sebagian siswanya tinggal di asrama dan sebagian lagi tinggal di sekitar asrama
3
Day boarding
Mayoritas tidak tinggal di asrama meskipun sebagian ada yang tinggal di asrama

2.      Menurut Jenis Siswa[9]
No.
Tipe Boarding School
keterangan
1
Junior boarding school
Sekolah yang menerima murid dari tingkat SD sampai dengan SMP, namun umumnya tingkat SMP saja.
2
Co-educational school
Sekolah yang menerima siswa laki-laki dan perempuan
3
Boys school
Sekolah yang menerima siswa laki-laki saja
4
Girls school
Sekolah yang menerima siswa perempuan saja
5
Pre- professional arts school
Sekolah khusus untuk seniman
6
Special-Need Boarding School
Sekolah untuk anak-anak yang bermasalah dengan sekolah biasa

3.      Menurut system sekolah
No.
Tipe Boarding School
Keterangan
1
Military school
Sekolah yang mengikuti aturan militer dan biasanya menggunakan seragam khusus
2
5 day boarding school
Sekolah dimana siswa dapat memilih untuk tinggal diasrama atau pulang di akhir pekan


E.     Perbedaan Sekolah Formal dan Boarding School
1.      Perbedaan Sekolah Formal dan Boarding School
No.
Kriteria
Sekolah Formal
Boarding School
1
Fasilitas
Fasilitas standar sekolah umum
Dilengkapi fasilitas hunian dan berbagai fasilitas pendukung (sarana ibadah, olahraga, dll)
2
Kegiatan harian
Jadwal kegiatan terbatas pada KBM
Jadwal kegiatan harian teratur
3
Sistwm pendidikan
Pengajaran formal di kelas dan kegiatan ekstrakurikuler
Pengajaran formal, ekstrakurikuler, pendidikan khusus /informal (keagamaan dll)
4
Aktivitas
Siswa dating kesekolah untuk belajar kemudian pulang
Siswa belajar dan tinggal di sekolah, kehidupan siswa ada di sekolah
5
kurikulum
Kurikulum standar Nasional
Kurikulum standar Nasional, kurikulum Departemen Agama, dan kurikulum tambahan khas Boarding School
6
Karakter arsitektur
Terdiri dari satu atau beberapa massa yang kompak
Banyak massa yang menyebar dengan massa hunian umumnya mengelilingi massa hunian
7
Pemanfaatan waktu
Waktu sangat terbatas pada KBM
Tidak terbatas di jam belajar, juga di jam pelajaran
8
Proses pendidikan
Perhatian guru tidak optimum, karena keterbatasan waktu dan perbandingan jumlah siswa dan guru yang relative besar
Perhatian lebih optimum, karena waktu interaksi yang dimiliki lebih banyak, perbandingan siswa dan guru lebih kecil
9
Jumlah siswa
40-45 orang
Minimla 18 orang maksimal 30 orang
10
konsep
Sekuler (memisahkan agama dan ilmu pengetahuan, dan penerapan kehidupan sehari-hari)
Islam integrated (hal ini berdasar konsep ajaran islam yang meliputi bidang sosial, budaya, politik, science)
11
Nuansa religius
Hampir tidak tampak
Sangat kental, terlihat dari segi berpakaian dan kebiasaan
2.      Perbedaan Secara Terjemahan Arsitektural
No.
Kriteria
Sekolah Formal
Boarding School
1
kurikulum
Tidak membutuhkan ruang belajar khusus
Membutuhkan belajar khusus untuk tahfidz dan tarih islam
2
Jumlah anak didik
Ruang kelas berukuran minimum 90 m² (kapasitas 45 orang)
Ruang kelas 72 m² (kapasitas 30 orang) dan ruang kelas 30 m² (kapasitas 18 orang)
3
Konsep
Bebas
Lingkungan sekolah islami (membangkitkan penghayatan terhadap nilai-nilai islam) bangunan sebagai penghayatan Islam
4
Nuansa religius
Arsitektur tidak harus mendukung terjadinya pengalaman spiritual
Arsitektur sangat mendukung, menggunakan keteraturan pola dan beradaptasi untuk ketenangan, menghubungkan ruang dalam dan ruang luar
5
Pembagian kelas
Jumlah ruang kelas berdasarkan ruang murid secara keseluruhan
Jumlah ruang kelas berdasarkan seluruh jumlah siswa putra dan putri
6
Fungsi masjid
Peletakan masjid tidak menjadi focus perancangan
Masjid aktif, menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kegiatan komunitas sekolah.

F.      Keunggulan Boarding School
Banyak keunggulan yang terdapat dalam sistem asrama atau boarding school ini. Dengan sistem pesantren atau mondok, seorang siswa atau santri tidak hanya belajar secara kognitif, melainkan juga afektif dan psikomotor.
Salah satu cara terbaik mengajarkan dunia afektif adalah pemberian teladan dan contoh dari para pemimpin dan orang-orang yang berpengaruh di sekitar anak. Dengan mengasramakan anak didik sepanjang 24 jam, anak didik tidak hanya mendapatkan pelajaran secara kognitif, melainkan dapat menyaksikan langsung bagaimana perilaku ustadz, guru, dan orang-orang yang mengajarkan mereka. Para siswa bisa menyaksikan langsung, bahkan mengikuti imam, bagaimana cara salat yang khusuk, misalnya. Ini sangat berbeda dengan pelajaran salat, misalnya, yang tanpa disertai contoh dan pengalaman makmum kepada imam yang salatnya khusuk. Jangan-jangan pelajaran di ke kelas bisa berbeda dengan pelaksanaan di rumah saat murid/santri melaksanakannya sendiri.
Sistem boarding school mampu mengoptimalkan ranah kognitif, afektif, dan psikomotor siswa, maka sistem mesantren ini memiliki prasyarat agar para guru dan pengelola sekolah siap mewakafkan dirinya selama 24 jam. Selama siang dan malam ini, mereka melakukan proses pendidikan, baik ilmu pengetahuan, maupun memberikan contoh bagaimana mengamalkan berbagai ilmu yang diajarkan tersebut.
Kelebihan-kelebihan lain dari sistem ini adalah sistem boarding lebih menekankan pendidikan kemandirian. Berusaha menghindari dikotomi keilmuan (ilmu agama dan ilmu umum). Dengan pembelajaran yang mengintegrasikan ilmu agama dan ilmu umum diharapkan akan membentuk kepribadian yang utuh setiap siswanya. Pelayanan pendidikan dan bimbingan dengan sistem boarding school yang diupayakan selama 24 jam, akan diperoleh penjadwalan pembelajaran yang lebih leluasa dan menyeluruh, segala aktifitas siswa akan senantiasa terbimbing, kedekatan antara guru dengan siswa selalu terjaga, masalah kesiswaan akan selalu diketahui dan segera terselesaikan, prinsip keteladanan guru akan senantiasa diterapkan karena murid mengetahui setiap aktifitas guru selama 24 jam. Pembinaan mental siswa secara khusus mudah dilaksanakan, ucapan, perilaku dan sikap siswa akan senantiasa terpantau, tradisi positif para siswa dapat terseleksi secara wajar, terciptanya nilai-nilai kebersamaan dalam komunitas siswa, komitmen komunitas siswa terhadap tradisi yang positif dapat tumbuh secara leluasa, para siswa dan guru-gurunya dapat saling berwasiat mengenai kesabaran, kebenaran, kasih sayang, dan penanaman nilai-nilai kejujuran, toleransi, tanggungjawab, kepatuhan dan kemandirian dapat terus-menerus diamati dan dipantau oleh para guru / pembimbing.[10]
Sekolah berasrama biasanya mempunyai fasilitas yang lengkap, sebagai penunjang pencapaian target program pendidikan sekolah berasrama. Dengan fsilitas lengkap sekolah dapat mengekplaitasi potensi untuk membangun lembaga pendidikan yang kompeten dalam menghasilkan output yang berkualitas.
Sekolah berasrama dapat merancang program pendidikan yang komprehensif-holistik dari program pendidikan kaagamaan, academic development, life skill sampai membangun wawasan global. Bahkan pembelajaran tidak hanya sampai pada tataran teoritis , tapi juga implementasi baik dalam konteks belajar ilmu ataupun belajar hidup.
Dalam sekolah berasrama semua elemen yang ada dalam kompleks sekolah terlibat dalam proses pendidikan. Aktornya tidak hanya guru atau bisa dibalik gurunya bukan hanya guru mata pelajaran,tapi semua orang dewasa yang ada di Boarding School adalah guru. Siwa tidak bisa lagi diajarkan bahasa-bahasa langit, tapi siswa melihat langsung praktek kehidupan dalam berbagai aspek. Begitu juga dalam membangun religious society, maka semua elemen yang terlibat mengimplmentasikan agama secara baik.
Sekolah berasrama mampu menampung siswa dari berbagai latar belakang yang berbeda. Siswa berasal dari berbagai daerah yang mempunyai latar belakang sosial, budaya, tingkat kecerdasan, kemempuan akademik yang sangat beraga, keadaan ini sangat kondusif untuk membangun wawasan nasional, dan siswa terbiasa berinteraksi dengan siswa yang berbeda.
Sekolah berasrama berupaya secara total untuk menjaga keamanan siswa-siswinya. Makanya, banyak sekolah berasrama yang mengadop pola penidikan militer untuk menjaga keamanan siswa-siswinya. Tata tertib dibuat sangat rigid lengkap dengan sanksi-sanksi bagi pelanggarnya.
G.    Problematika Boarding School
Sampai saat ini sekolah-sekolah berasrama dalam pengamatan saya masih banyak mempunyai persoalan yang belum dapat diatasi sehingga banyak sekolah berasrama layu sebelum berkembang dan itu terjadi pada sekolah-sekolah boarding perintis. Faktor-faktornya adalah sebagai berikut:
1.      Ideologi Boarding school yang tidak jelas
Term ideology yang digunakan untuk menjelaskan tipologi atau corak sekolah berasrama, apakah religius, nasionalis, atau nasionalis-religius. Yang mengambil corak religius sangat beragam dari yang fundamentalis, moderat sampai liberal. Masalahnya dalam implementasi ideologinya tidak dilakukan secara kaffah. Terlalu banyak improvisasi yang bias dan keluar dari pakem atau frame ideology tersebut. Hal itu juga serupa dengan yang nasionalis, tidak mengadopsi pola-pola pendidikan kedisiplinan militer secara kaffah, akibatnya terdapat kekerasan dalam sekolah berasrama.
2.      Dikotomi guru asrama vs guru sekolah
Sampai saat ini sekolah berasrama kesulitan mencari guru yang cocok untuk sekolah berasrama. Pabrikan guru tidak “memproduksi” guru-guru sekolah berasrama. Akibatnya, masing-masing sekolah mendidik guru asramanya sendiri sesuai dengan pengetahuan yang dimiliki oleh lembaga tersebut. Guru sekolah (mata pelajaran) bertugas hanya untuk mengampu mata pelajarannya, sementara guru pengasuhan adalah tersendiri hanya bicara soal pengasuhan. Padahal idealnya, dua kompetensi tersebut harus melekat dalam Boarding school.
3.      Kurikulum Pengasuhan yang tidak Baku
Salah satu yang membedakan sekolah-sekolah berasrama adalah kurikulum pengasuhannya. Kalau bicara kurikulum academicnya dapat dipastikan hampir sedikit perbedaannya. Semuanya mengacu kepada kurikulum KTSP-nya produk DEPDIKNAS dengan ditambah pengayaan atau suplemen kurikulum international dan muatan local. Tapi kalau bicara tentang pola pengasuhan sangat beragam, dari yang sangat militer (disiplin) sampai ada yang terlalu lunak. Kedua-duanya mempunyai efek negative, pola militer melahirkan siswa yang berwatak keras dan terlalu lunak menimbulkan watak licik yang bisa mengantar sang siswa mempermainkan
4.      Sekolah dan Asrama Terletak dalam Satu Lokasi
Umumnya sekolah-sekolah berasrama berada dalam satu lokasi dan dalam jarak yang sangat dekat. Kondisi ini yang telah banyak berkontribusi dalam menciptakan kejenuhan anak berada di sekolah Asrama. Karena menurut Komaruddin Hidayat (Direktur Executive Madania), siswa harus mengalami semacam proses berangkat ke sekolah. Dengan begitu, mereka mengenyam suasana meninggalkan tempat menginap, berinteraksi dengan sesama siswa di jalan, serta melihat aktivitas masyarakat sepanjang jalan, sehingga siswa dituntut memiliki mobilitas tinggi, kesehatan dan kebugaran yang baik, dan dapat membaca setiap fenomena yang ada disekitarnya.[11]

H.    Solusi Terhadap Problematka Boarding School
Kebanyakan dari siswa yang sekolah pada Boarding School adalah kemauan dari orang tua siswa bukan dari siswa itu sendiri. Akibatnya, dubutuhkan waktu yang lama (rata-rata 4 bulan) untuk siswa menyesuaikan diri dan masuk kedalam konsep pendidikan boarding yang integrative. Hal ini disebabkan karena citra seklolah berasrama yang menakutkan, kaku, membosankan. Oleh sebab itu perlu di-design sekolah berasrama yang menarik nyaman dan menyenangkan.
Sekolah berasrama tidak cukup hanya dengan menyediakan fasilitas akademik dan fasilitas menginap memadai bagi siswa, tetapi juga menyediakan guru yang menggantikan peran orangtua dalam pembentukan watak dan karakter. Kedekatan antara siswa dan guru dalam sekolah berasrama yang tercipta oleh intensitas pertemuan yang memadai akan mempermudah proses transfer ilmu dari pendidik ke peserta didik. Kedekatan akan mengubah posisi guru di mata para murid. Dari sosok ditakuti atau disegani ke sosok yang ingin diteladani. Dr Georgi Lozanov (1897) menyatakan bahwa suatu tindak tanduk yang diperlihatkan oleh gurunya kepada para siswa dalam proses belajarnya, merupakan tindakan yang paling berpengaruh, sangat ampuh serta efektif dalam membentuk kepribadian mereka.
Dalam konteks manajemen sekolah, boarding school model pengelolaannya harus lebih lentur, efektive, dan menerapkan manajemen berbasis sekolah secara konsisten.




























BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Sekolah Berasrama adalah alternative terbaik buat para orang tua menyekolahkan anak mereka dalam kondisi apapun. Selama 24 jam anak hidup dalam pemantauan dan control yang total dari pengelola, guru, dan pengasuh di seklolah-sekolah berasrama. Anak betul-betul dipersiapkan untuk masuk kedalam dunia nyata dengan modal yang cukup, tidak hanya kompetensi akademis, tapi skill-skill lainnya dipersiapkan sehingga mereka mempunyai senjata yang ampuh untuk memasuki dan manaklukan dunia ini.
Di sekolah berasrama anak dituntut untuk dapat menjadi manusia yang berkontribusi besar bagi kemanusiaan. Mereka tidak hanya hidup untuk dirinya dan keluarganya tapi juga harus berbuat untuk bangsa dan Negara. Oleh sebab itu dukungan fasilitas terbaik, tenaga pengajar berkualitas, dan lingkungan yang kondusif harus didorong untuk mencapai cita-cita anak bangsa.














DAFTAR PUSTAKA

A’la, Abd, Pembaruan Pesantren, Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2006
Mas’ud. Abdurrahman, Dari Haramain ke Nusantara, Jejak Intelektual Arsitek Pesantren, Jakarta: Pranada Media Group, 2006
 Muslimin, Sutrisno, “Boarding School: Solusi Pendidikan Untuk Melahirkan Pemimpin Masa Depan”, dalam http://sutris02.wordpress.com/
Tahya, A. Halim Fathani, “Boarding School dan Pesantren Masa Depan”, dalam http://masthoni.wordpress.com/2009/06/14/boarding-school-dan-pesantren-masa-depan/#more-162
Nurkhamid, Mahmud, “Jenis-jenis Boarding School”, dalam www.elib.unicom.ac.id.
Maksudin, ( 2006) Pendidikan Nilai Sistem Boarding School di SMP IT Abu Bakar(Hasil Penelitian Untuk Disertasi), Yogyakarta  : Program Pasca Sarjana UIN Sunan Kalijaga


[1] Maksudin ( 2006) Pendidikan Nilai Sistem Boarding School di SMP IT Abu Bakar(Hasil Penelitian Untuk Disertasi), Yogyakarta  : Program Pasca Sarjana UIN Sunan Kalijaga
[2]  Sutrisno Muslimin, “Boarding School: Solusi Pendidikan Untuk Melahirkan Pemimpin Masa Depan”, dalam http://sutris02.wordpress.com/ , (23 Maret 2009).
[3] Abd A’la, Pembaruan Pesantren, (Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2006), 47.
[4]  Ibid.
[5]  A. Halim Fathani Tahya, “Boarding School dan Pesantren Masa Depan”, dalam http://masthoni.wordpress.com/2009/06/14/boarding-school-dan-pesantren-masa-depan/#more-162 (14 Juni 2009).
[6]  Abd A’la, Pembaruan Pesantren, (Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2006), 49.
[7]  Ibid.
[8]  Muhammad Nurkhamid, “Jenis-jenis Boarding School”, dalam www.elib.unicom.ac.id.
[9]  Ibid.
[10]  A. Halim Fathani Tahya, “Boarding School dan Pesantren Masa Depan”, dalam http://masthoni.wordpress.com/2009/06/14/boarding-school-dan-pesantren-masa-depan/#more-162 (14 Juni 2009).
[11]  Sutrisno Muslimin, “Boarding School: Solusi Pendidikan Untuk Melahirkan Pemimpin Masa Depan”, dalam http://sutris02.wordpress.com/