BAB II
PEMBAHASAN
A. K.H. Ahmad Dahlan
1. Biografi Ahmad Dahlan
Beliau dilahirkan di kauman (Yogyakarta) tahun
1868 dan meninggal pada tanggal 25 Pebruari 1923. Nama kecilnya Muhammad
Darwis. Ayahnya bernama. K.H. Abu Bakar, seorang imam dan khatib masjid besar kraton
Yogyakarta. Ibunya bernama Siti Aminah. Beliau berasal dari keluarga yang
didaktis dan alim dalam ilmu agama. Sejak kecil beliau diasuh dan dididik
sebagai putera kiyai. Pendidikan dasarnya dimulai dengan belajar membaca,
menulis, mengaji Al-Qur’an, dan kmitab-kitab agama. Menejelang dewasa, ia
mempelajari dan mendalami ilmu-ilmu agama kepada beberapa ulama’ besar pada
waktu itu. Diantaranya , K.H. Muhammad Saleh (ilmu fiqih), K.H.Mahfudz dan
Syekh Khayyat Sattokh (ilmu hadis) ,Syekh Amin dan Sayyid Bakri (Qiraat
Al-Qur’an). Dalam usia relatif muda, beliau telah mampu menguasai beberapa
disiplin ilmu keislaman.
Setelah beliau lulus pendidikan dasar di madrasah
dalam bidang nahwu, fiqih dan tafsir di Yogyakarta, beliau pergi ke makkah pada
tahun 1890 untuk menuntut ilmu di sana selama satu tahun. Salah satu gurunya
adalah Syekh Ahmad Khatib. Sekitar tahun 1903, beliau kembali ke makkah dan
menetap di sana selama dua tahun. Sepulang dari makkah beliau berganti nama
Haji Ahmad Dahlan. Kemudian beliau menikah dengan siti Waalidah putri Kyai
Penghulu Haji Fadhil.[1]
Disamping
itu KH. Ahmad Dahlan pernah pula menikahi Nyai Abdullah, janda H. Abdullah. la
juga pernah menikahi Nyai Rum, adik Kyai Munawwir Krapyak. KH. Ahmad Dahlan juga mempunyai putera dari
perkawinannya dengan Nyai Aisyah (adik Adjengan Penghulu) Cianjur yang bernama
Dandanah. Ia pernah pula menikah dengan Nyai Yasin Pakualaman Yogyakarta.
2.
Pemikiran K.H. Ahmad Dahlan
Tentang Pendidikan Islam
Beliau mengatakan, uapaya strategis untuk
menyelamatkan umat islam dari berpikir statis menuju pemikiran yang dinamis
adalah melalui pendidikan.umat islam dididik agar cerdas, kritis, dan memiliki
daya analisis yang tajan dalam membaca dinamika kehidupan yang akan datang.
Adapun kunci bagi kemajuan umat islam adalah kemabali pada Al-Qur’an dan
hadits, mengarahkan umat islam pada pemahaman ajaran islam yang komprehensif,
dan menguasai berbagai disiplin ilmu pengetahuan.
Pendidikan islam hendaknya menjadi media dan mampu
mengembangkanal-ruh dan al-akal.hal ini disebabkan di alam ini ada dua dimensi
yaitu dimensi pisika dan metapisika. Manusia adalah integrasi dari dua dimensi
yaitu dimensi ruh dan jasad. Maka aktivitas pendidikan harus mampu
mengembangkan dimensi tersebut. Dan perlunya pengkajian ilmu pengetahuan secara
langsung sesuai prinsip-prinsip Al-Qur’an dan Hadits.Ahmad Dahlan melihat bahwa
problem epistemologi pendidikan islam tradisional disebabkan karena ideologi
ilmiahnya terbatas pada dimensi religius yang membatasi pada pengkajian
kitab-kitab klasik, khususnya dalam
madzhab syafi’i. Sikap ilmiah yang demikian mengakibatkan umat islam tidak
mampu menganalisa ilmu pengetahuan secara kritis sehingga kurag mampu
berkompetisi secara preoduktif dan kreatif terhadap perkembangan peradaban
kekinian.
Menurut ahmad Dahlan pendidikan islam hendaknya
diarahkan untuk membnetuk manusia muslim yang berbudi pakerti luhur, alim dalam
agama, luas pandangan dan paham masalah ilmu keduniaan, serta bersedia berjuang
demi kemajuan masyarakatnya. Untuk mencapai tujuan ini, hendaknya pendidikan
islam hendaknya mengakomodasi berbagai ilmu pengetahuan, baik umum maupun
agama, untuk mempertajam intelektualitas dan memperkokoh spiritualitas peserta
didik. Upaya ini akan terwujud jika proses pendidikan bersifat integral dan
epistemologi islam hendaknya dijadikn landasan metodologis dalam kurikulum dan
bentuk pendidikan yang dilaksanakan. Menurut Ahmad Dahlan, Materi pendidikan
adalah pengajaran Al-Qur’an dan hadits, membaca, menulis, berhitung, ilmu bumi,
dan menggambar. Sistem pemdidikan yang diapakai beliau adalah klasikal, beliau
ingin menggabungkan sistem pendidkan belanda dengan sistem pendiidkan
tradisional secara integral.
Materi Al-Qur’an dan hadits yaitu ibadah, persmaan
derajat, fungsi perbuatan manusia dalam menentukan nasibnya, musyawarah,
pembuktian kebenaran Al-Qur’an dan hadits menurut akal, kerjasama anatara
agama-kebudayaan keamajuan peradaban, hukum kausalitas perubahan,,nafsu dan
kehendak, demokratisasi, dan liberalisasi, kebebasan berpikir, dinamika
kehidupan dan peranannya, dan akhlak.
Komitmen ahmad dahlan terhadap pendidikan agama
adalah sanagat kuat, untuk itu beliau masuk orgnasisasi Budi Oetomo pada tahun
1909, untuk mendapatkan peluang mengajarkan pendidikan agama kepada para
anggotanya. Komitmen terhadap pendidikan selanjutnya menjadi salah satu ciri
khas organisasi yang didirikannya pada tahun 1912 yaitu Muhammadiyah.
Pandangan ahmad dahlan dalam pendidikan juga dapat
dilihat dalam kegiatan pendidikan yang dilaksanakan oleh Muhammadiyah. Dalam
bidang pendidikan muhammadiyah melanjutkan model sekolah yang digabungkan
dengan sistem pendidikan gubernemen. Disamping itu , Muhammadiyah mendirikan
sekolah yang agamis yaitu madrasah diniyah di minangkabau untuk memperbaiki
pengajian Al-Qur’an yang tradisional. Pada tanggal 8 Desember 1921,
Muhammadiyah mendirikan pondok
Muhammadiyah sebagai sekolah pendidikan guru agama. Dalam sekolah tersebut
pelajaran umum diberikan oleh dua orang guru dari sekolah pendidikan guru
(kweekschool), sedangkan ahmad dahlan dan beberapa orang lainnya memberikan
pelajaran agama yang lebih mendalam.
Muhammadiyah
berhasil melanjutkan model pembaruan pendidikan dikarenakan lingkungan
sosial yang dihadapi adalah terbatas pada pegawai, guru maupun pedagang.
Kelompok ini banyak menguasai perusahaan percetakan yang secara ekonomis sangat
penting di masyarakat. Oleh karena itu, muhammadiyah dengan model pendidikan
barat ditambah dengan pendidikan agama, mendapatkan hasil yang baik dalam
kalangan ini. Diantara sekolah-sekolah yang tertua dan besar yaitu :
a. Kweekschool Muhammadiyah, di Yogyakarta
b. Mu’allimin Muhammadiyah, di Solo,
Yogyakarta dan Jakarta
c. Zu’ama/Za’imat di Yogyakarta
d. Kulliyah Muballigh/Muballigat di
Padangpanjang Sumatera Tengah
e. Tabligh School dan HIK School di
Yogyakarta
Dari uraian di atas dapat kita ketahui bahwa
ide-ide pendidikan menurut Ahmad Dahlan yaitu
a. Pembaruan di bidang lembaga pendidikan,
yang semula sistem pesantren menjadi sistem sekolah.
b. Beliau memasukkan pelajaran umum ke
sekolah-sekolah agama atau madrasah
c. Perubahan pada metode pengajaran sosrogan
menjadi metode yang bervariasi
d. Dengan organisasi Muhammadiyah beliau
berhasil mengembangkan lembaga pendidikan yang lebih bervariasi dan manajemen
yang modern.[2]
B. K.H. A. Wahid Hasyim
1. Biografi
Wahid
Hasyim yang akrab di sapa dengan Gus Wahid lahir pada hari jumat legi, tanggal
5 Rabiul Awal 1333 H bertepatan dengan 1 juni 1914 di Desa Tebuireng, Jombang
Jawa Timur. Oleh ayahnya Hadratus Syeh K.H. Hasyim Asy’ari beliau diberi nama
Muhammad Asy’ari, terambil dari nama neneknya. Karena di anggap nama tersebut
tidak cocok dan berat maka namanya di ganti Abdul Wahid, pengambilan dari nama
seorang datuknya. Namun
ibunya kerap kali memanggil dengan nama Mudin. Sedangkan para santri dan
masyarakat sekitar sering memanggil dengan sebutan Gus Wahid, sebuah panggilan
yang kerap ditujukan untuk menyebut putra seorang Kyai di Jawa.
Wahid Hasyim berasal dari keluarga yang taat
beragama, keluarga pesantrern yang berpegang erat pada tradisi. Ia lahir, tumbuh dan dewasa dalam lingkungan
pesantren. Ibunya bernama Nafiqah putri K.H. Ilyas pemimpin pesantren Sewulan
di madiun. Garis keturunan ayah dan ibunya bertemu pada Lembu Peteng (
Brawijaya VI ), yaitu dari pihak ayah melalui Joko Tingkir ( Sultan Pajang 1569-1587 ) dan dari pihak ibu melalui Kiai
Ageng Tarub I. Sejak usia 5 tahun ia belajar membaca Al Quran pada ayahnya
setiap selesai sholat magrib dan dhuhur, sedang pada pagi hari ia belajar di
Madrasah Slafiyah di dekat rumahnya. Dalam usia 7 tahun ia mulai mempelajari
kitab Fath Al-Qarib ( kemenangan bagi
yang dekat ) dan al-Minhaj al-Qawim (
jalan yang lurus ). Sejak kecil minat membacanya sangat tinggi, berbagai macam
kitab di telaahnya. Ia sangat menggemari buku-buku kesusastraan Arab, khususnya
buku Diwan asy-Syu’ara’ ( Kumpulan
penyair dengan syair-syairnya ).[3]
Sejak
kecil ia terkenal sebagai seorang anak yang pendiam, peramah dan pandai
mengambil hati orang. Dikenal banyak orang sebagai orang yang gemar menolonh
kawan, suka bergaul dengan tidak memandang bangsa, atau memilih agama, pangkat
dan uang. Terlalu percaya pada kawan, suka berkorban, akan tetapi mudah
tersinggung perasaannya dan mudah marah, akan tetapi dapat mengatasi
kemarahannya. Ketika berusia 12 tahun Wahid Hasyim telah menamatkan studinya di
Madrasah Salafiyah Tebuireng, lalu beliau belajar ke pondok Siwalan Panji,
Sidoarjo, di pondok Kyai Hasyim bekas mertua ayahnya. Di sana ia belajar kitab-kitab Bidayah, Sullamut Taufik, Taqrib dan Tafsir
Jalalain. Gurunya Kyai Hasyim sendiri dan Kyai Chozin Panji, namun ia hanya
belajar dalam hitungan hari yaitu selama 25 hari tidak sebagaimana umumnya
santri. Pengembaraan intelektual pesantrennya dilanjutkan di Pesantren Lirboyo,
kediri, namun
juga untuk beberapa . Setelah itu ia tidak meneruskan pengembaraannya ke
pesantren lain, tetapi memilih tinggal di rumah
dan belajar secara otodidak dari berbagai disiplin ilmu pengetahuan. Di
dukung oleh tingkat kecerdasannya yang tinggi serta tingkat hafalannya yang
kuat , dalam belajar ia tidak mengalami kesulitan. Mengenai hal ini Saifuddin
Zuhri menuturkan : “ Aku mendengar
bahwa K.H. A. Wahid Hasyim dan Muhammad Ilyas ketika
masih sama-sama jadi santri di Tebuireng dahulu, bukan hanya hafal seluruh
bait-bait Alfiyah yang 1000 dengan arti maknanya, tetapi juga mahir menghafalnya dari belakang
ke muka. Padahal dari muka ke belakang saja bukan main sulitnya.”[4]
Bukti
lagi kecerdasan dan kecemerlangan pikiran
K.H. A. Wahid Hasyim dikisahkan oleh Ahmad Syahri sebagai berikut :
“ Kyai Wahid mudah
menghafal nama tamu-tamunya, apalagi para pemimpin
NU di daerah-lazim disebut konsul-sebelum ada sebutan pengurus wilayah dan cabang. Kecerdasannya juga terlihat
dari cara beliau belajar bahasa
Asing. Serta menangkap alur bicara lawan diskusinya, sehingga
bisa menanggapi dengan tajam”.
2.
Kepribadian Wahid Hasyim
Wahid
Hasyim hidup dalam lingkungan pesantren yang tentu sangat relegius yang
membentuk kepribadiannya dalam cara bergaul, beorganisasi, mendidik menjadi
seorang pemimpin dan bahkan menjadi seorang negarawan. Kepribadian Wahid Hasyim
adalah kepribadian lintas batas, artinya tidak sekedar di bentuk dari
pergesekan,, dialektikanya dengan komunitas pesantren dan NU, tapi dengan
berbagai komunitas seperti dengan organisasi pergerakan Islam, partai politik
dan juga birokrasi pemerintahan ketika beliau menjabat sebagai Mentri Agama.
3.
Pemikiran Pendidikan K.H. A. Wahid Hasyim
a.
Prinsip-prinsip pendidikan.
Pemikiran pendidikan Islam Wahid Hasyim dapat di
cermati pada beberapa karya beliau yang di muat di media yang setidaknya
terdapat 7 judul, seperti Abdullah Oebayd sebagai pendidik. Dalam buku ini
K.H.A. Wahid Hasyim membeberkan beberapa prinsip dalam pendidikan yaitu :
1)
Percaya
kepada diri sendiri atau prinsip kemandirian.
2)
Kesabaran.
3)
Pendidikan
adalah proses bukan serta merta.
4)
Keberanian.
5)
Prinsip
tanggung jawab dalam menjalankan tugas.
b. Orientasi Pendidikan Islam.
Sebagai seorang santri pendidik agama, fokus utama
pemikiran Wahid Hasyim adalah peningkatan kualitas sumberdaya umat Islam. Upaya
peningkatan kualitas tersebut menurut Wahid Hasyim, dilakukan melalui
pendidikan khususnya pesantren. Dari sini dapat dipahami, bahwa kualitas
manusia muslim sangat ditentukan oleh tinggi rendahnya kualitas jasmani, rohani
dan akal. Kesehatan jasmani dibuktikan dengan tiadanya gangguan fisik ketika
berkreatifitas. Sedangkan kesehatan rohani dibuktikan dengan keimanan dan
ketakwaan kepada Allah yang kemudian diimplementasikan dalam kehidupan nyata.
Disamping sehat jasmani dan rohani, manusia muslim harus memiliki kualitas
nalar (akal) yang senantiasa diasah sedemikian rupa sehingga mampu memberikan
solusi yang tepat, adil dan sesuai dengan ajaran Islam.
Mendudukkan para santri dalam posisi yang sejajar,
atau bahkan bila mungkin lebih tinggi, dengan kelompok lain agaknya menjadi
obsesi yang tumbuh sejak usia muda. Ia tidak ingin melihat santri berkedudukan
rendah dalam pergaulan masyarakat. Karena itu, sepulangnya dari menimba ilmu
pengetahuan, dia berkiprah secara langsung membina pondok pesantren asuhannya
ayahnya.
Pertama-tama ia mencoba menerapkan model
pendidikan klasikal dengan memadukan unsur ilmu agama dan ilmu-ilmu umum di
pesantrennya. Ternyata uji coba tersebut dinilai berhasil. Karena itu ia kenal
sebagai perintis pendidikan klasikal dan pendidikan modern di dunia pesantren.
Untuk pendidikan pondok pesantren Wahid Hasyim memberikan sumbangsih
pemikirannya untuk melakukan perubahan. Banyak perubahan di dunia pesantren
yang harus dilakukan. Mulai dari tujuan hingga metode pengajarannya.
Dalam mengadakan perubahan terhadap sistem
pendidikan pesantren, ia membuat perencanaan yang matang. Ia tidak ingin
gerakan ini gagal di tengah jalan. Untuk itu, ia mengadakan langkah-langkah
sebagai berikut:
1) Menggambarkan tujuan dengan
sejelas-jelasnya
2) Menggambarkan cara mencapai tujuan itu
3)
Memberikan keyakinan dan cara,
bahwa dengan sungguh-sungguh tujuan dapat dicapai.
Menurut beliau, tujuan pendidikan adalah untuk
menggiatkan santri yang berahlakul karimah, takwa kepada Allah dan memiliki
ketrampilan untuk hidup. Artinya dengan ilmu yang dimiliki ia mampu hidup layak
di tengah masyarakat, mandiri, tidak jadi beban bagi orang lain. Santri yang
tidak mempunyai ketrampilan hidup ia akan menghadapi berbagai problematika yang
akan mempersempit perjalanan hidupnya. Dengan demikian dapat dipahami bahwa
tujuan pendidikan Wahid Hasyim bersifat Teosentris
( Ketuhanan ) sekaligus Antroposentris (
kemanusiaan ). Artinya bahwa pendidikan itu harus memenuhi antara kebutuhan duniawi dan ukhrowi, moralitas dan ahlak, dengan titik tekan pada kemampuan kognisi ( iman ), afeksi ( ilmu ) dan psikomotor
( amal, ahlak yang mulia ).[5]
c.
Materi Pendidikan Islam.
Materi yang di rancang oleh Wahid Hasyim dalam
pendidikan terbagi menjadi tiga : Pertama,
ilmu-ilmu agama Islam seperti fiqih, tafsir, hadist dan ilmu agama lainnya. Kedua, ilmu non agama seperti ilmu jiwa,
matematika, dan Ketiga, kemampuan
bahasa, yaitu Bahasa Inggris, Belanda dan Bahasa Indonesia.
d.
Metode Pendidikan.
Adapun metode pendidikan yang dianut oleh K.H.A.
Wahid Hasyim yaitu banyak mencontoh model pengajaran ayahnya Hasyim Asy’ari
berupa penanaman kepercayaan diri yang tinggi terhadap muridnya. Ini sebagai
bukti bahwa pola pemikiran Wahid Hasyim dengan ayahnya yaitu Hasyim Asy’ari
banyak sekali persamaannya, atau dengan kata lain bahwa sistem dan tehnik yang diterapkan Wahid
Hasyim merupakan kelanjutan dari sistem dan tehnik Hasyim Asy’ari. Adapun
contohnya seperti :
1) Tanggung jawab murid
- Tidak menunda-nunda kesempatan
dalam belajar atau tidak malas.
- Berhati-hati, menghindari hal-hal
yang kurang bermanfaat.
- Memuliakan dan memperhatikan hak
guru , mengikuti jejak guru.
- Duduk
dengan rapi bila berhadapan dengan guru.
-
Berbicara dengan sopan dan santun dengan guru.
-
Bila terdapat sesuatu yang kurang bisa dipahami hendaknya bertanya.
- Pelajari pelajaran yang telah diberikan oleh
guru secara istiqomah.
- Pancangkan
cita-cita yang tinggi.
- Tanamkan rasa antusias dalam belajar.[6]
2) Tanggung jawab guru
- Bersikap
tenang dan selalu berhati-hati dalam bertindak.
-
Mengamalkan sunnah Nabi.
- Tidak menggunakan ilmunya untuk meraih
gemerlap dunia.
- Berahlakul karimah dan selalu
menabur salam.
- Menghindarkan diri dari
tempat-tempat yang kotor dan maksiat.
- Memberi
nasehat dan menegur dengan baik jika ada anak yang bandel.
- Mendahulukan materimateri
yang penting dan sesuai dengan profesi yang dimiliki.[7]
C. Zainuddin Labay El-Yunus
1. Biografi
Syekh ZaInuddin Labay el-Yunisy lahir di Bukit
Surungan padangpanjang, Pada tanggal 12 Rajab 1308/1890 M. Ia meninggal pada
tahun 1924 dalam usia 34 tahun. Pada usia 8 tahun ia sekolah di Government
Padangpanjang sampai kelas IV, karena tidak puas dengan metode mengajar pada
waktu itu. Secara autodidak, ia banyak membaca buku, baiak agama maupun umum.
Kemudian ia berguru kepada H. Abdullah Ahmad, H. Abdullah Abbas, H. Abdul Karim
Amrullah. Dalam perjalanan intelektualnya beliau lebih banyak belajar secara
autodidak.
2.
Pemikiran Pendidikan
Untuk mewujudkan cita-citanya pada tanggal 10
oktober 1915, beliau mendidrikan Diniyah School di Padangpanjang yang sarat
dengan ide pembaharuan. Ia melakukan perombakan terhadap sistem pendidikan,
menyusun kurikulum dan daftar pelajaran yang lebih sistematis serta mengubah
sistem pendidikan surau menjadi sistem pendidikan klasikal. Sebagai
pengantarnya adalah bahasa arab, materi pendidikan yang diberikan meliputi
pendidikan agama dan umum yang buku-bukunya diambil dari Mesir dan Belanda.
Lembaga pendidikan diniyah school memperkenalkan
sitem pendidikan modern yaitu sistem klasikal dan kurikulum yang teratur.
Materi pendidikan yang ditawarkan adalah ilmu agama dan ilmu umum. Ilmu umum
yang diajarkan adalah bahasa asing, ilmu bumi, sejarah dan matematika. Murid-murid
di diniyah school pada umunya diseleksi dengan cermat dan memenuhi
syarat-syarat yang ada, yaitu murid dalam satu kelas memeliki rata-rata umurt
dan kesanggupan yang sama.[8]
Dalam
mengajarkan ilmu agama Zainuddin lebih banyak mengambil metode Mesir, sedangkan
dalam mengajarkan ilmu umum beliau banyak mengambil gagasan pembaruan dari
Musthofa Kemal Pasya, Muhammad Abduh, Dan Rasyid Ridha. Kedua pendekatan ini
terlihat jelas dari kitab yang digunakan di lembaga ini. Di samping kitab yang
dikarangnya sendiri ia juga menggunakan kitab arab sebagaimana pendidikan Mesir
untuk ilmu agama dan ilmu umum dengan menggunakan literatur Barat.[9]
Sebelum pembelajaran Al-Qur’an dan ilmu-ilmu
lainnya, susunan pelajaran diniyah school dimulai dengan mengajarkan
pengetahuan bahasa arab,hal ini karena bahas arab adalah alat utama yang perlu
dikuasai peserta didik agar mudah meahami ilmu yang lain. Metodeyang
ditertapkan Zainuddin untuk mnemperkenalkan bahasa arab dimulai dengan tulisan
arab dan menyusun kalimat dalam bahasa arab melayu, baru kemudian bahasa arab
sesungguhnya. Untuk kelas rendahj, dia menyusun sendiri buku pelajaran muridnya
dalam bahasa arab melayu. Kemudian untuk
kelas menengah, bahasa arab yang digunakan adalah bahasa arab sederhana,
sementara untuk kelas tinggi ia menggunakan buku terbitan Kairo dan beirut.[10]
D. Sayyed Muhammad Naquib Al-Attas
1. Biografi
Beliau lahir di Bogor Jawa Barat pada tangal 1931.
Pada waktu indonesia berada di bawah kolonialisme belanda. Beliau adalah
keturunan bangsawan.
2.
Pemikran Pebdidikan
Menurut beliau ada dua macam pengetahuan. Pertama,
adalah santapan dan kehidupan jiwa yang dioeroleh dari Allah. Yang meliputi
Al-Qur’an , hadits, syari’ah, ilmu ladunni dan hikmah yang berupa pengetahuan
dan kearifan. Konsep pengetahuan dan kearifan berkaitan erat dengan moralitas
dan pendidikan. Kearifan menurut Al-Attas adalah pengetahuan yang diberikan
oleh Allah untuk memungkinkan si pemilik pengetahuan menerapakan kebijaksanaan
sehingga timbul keadilan.[11]
Keadilan itu secara inhern mengandung pengertian pengetahuan. Jadi keadilan
adalah keadaan eksistensial dari keraifan yang dinyatakan dalam apa yang dapat
ditangkap pancaindera dan dapat dipahami akal budi serta dalam alam spiritual
yang berkaitan dengan jiwa manusiayaitu jiwa rasional dan iiwa hewani. Kedua,
tujuan pengajaran yang operasionalistik dan pragmatis cara memperolehnya dapat
dilakukan melalui pengalaman, pengamatan dan penelitian. Pengetahuan ini
bertujuan membentuk manusia yang baik dan beradab. Sebab bila masing-masing manusia memiliki
miniatur atau representasi mikrokosmos dari makrokosmos sudah baik dan beradab,
maka dengan sendirinya semuanya menjadi baik dan beradab.[12]
Klasifikasi ilmuj menurt Al-Attas, yaitu pertama,
ilmu-ilmu agama yang meliputi Al-Qur’an dan hadits, syari’ah, teologi,
metafisika islam (tasawuf), bahasa arab, tata bahasa. Kedua ilmu-ilmu rasional,
intelekyual dan filosofis yang meliputi kemanusiaan, alam, terapan, dan teknologi.
E. K. H. Hasyim Asy’ari
1. Biografi
Beliau lahir di desa Nggedang Jombang Jawa Timur,
pada tanggal 25 Juli 1871. Nama lengkapnya
adalah Muhammad Hasyim Asy’ari ibn Abd Wahid Ibn Abd Halim yang
mempunyai gelar pangeran Bona ibn Abd al-Rahman
yang dikenal dengan jaka tingkir sultan hadiwijaya ibn Abdullah ibn abd
Aziz ibn abd al-Fattah ibn Maulana Ishaq dari sunan giri.[13]
Guru pertama beliau adalah ayahnya sendiri yang
mendidikny membaca Al-Qur’an dan literatur islam lainnya. Jenjang pendidikan yang
ditempuh beliau adalah di berbagai pesantern. Pada awalnya, beliau menjadi
santri di pesantren Wonokojo Probolinggo, lalu pindah di langitan, Tuban. Dari
langitan pindah ke bangkalan yang diasuh oleh kyai kholil. Dan terakhir sebelum
ke Makkah beliau sempat nyantri di pesantren siwalan panji, sidoarjo. Pada
pesantren terakhir inilahbeliau diambil menantu oleh Kyai Ya’qub pengasuh
pesantren tersebut.[14]
Sepulang dari Makkah untuk mengamalkan dan mengembangkan ilmunya beliau membuka
Pesantren Tebuireng pada tanggal 26 Rabi’ul Awwal tahun 1899 M. Pada tahun 1919
beliau mendirikan madrasah Salafiyah sebagai tangga untuk measuki tingkat
menengah pesantren Tebuireng. Pada tahun 1929 beliau menunjuk K.H. Ilyas
menjadi kepala Madrasah Salafiyah, maka di bawah pimpinan K.H. Ilyas dimasukkan
pengaetahun umum ke dalam madrasah yaitu
1. Membaca dan menulis huruf latin
2. Mempelajari bahasa indonesia
3. Mempelajari ilmu bumi dan sejarah
indonesia
4. Mempelajari ilmu hitung[15]
2. Pemikiran pendidikan.
Diantara karaya K.H. Hasyim Asy’ari yang sangat
monumental yaitu kitab adab al-alim wa al- muta’alim fima yahtaj ilah
al-muta’allim fi ahuwal ta’allum wa ma
yataqaff al-muta’allim fi maqamat ta’limih yang dicetak pertama kali pada tahun
1451 H. Kitab tersebu terdiri dari 8 bab, yaitu keutamaan ilmu serta keutamaan
mengajar, etika yang harus diperhatikan dalam belajar mengajar, etika seorang
murid terhadap guru, etika murid terhadap pelajaran, etika yang harus
dipedomani oleh guru, etika guru ketika akan mengajar, etika guru terhadap
murid-muridnya dan etika terhadap buku. Dari 8 bab dapat dikelompokkan menjadi
tiga kelompok yaitu
a. Signifikansi pendidikan
Berkaitan dengan pendidikan , di dalam kitab
tersebut beliau banyak mengutip ayat-ayat Al-Qur’an yang menjelaskan keutamaan
ilmu dan orang yang berilmu. Dan dalam pembahasan bab pertama dilengkapi dengan
berbagai hadits Nabi dan pendapat berbagai ulama’. Diantara isinya yaitu
tentang tujuan ilmu pengetahuan adalah mengamalkannya, mkasudnya agar ilmu yang
dimiliki menghasilkan manfaat sebagai bekal di kehidupan akhherat, syariat
mewajibkan menuntut ilmu dan memperoleh pahala yang besar, ilmu merupakan sifat
yang menjadikan jelas identitas pemiliknya.,bertauhid itu harus mempunyai iman.
Maka barang siapa beriman maka ia harus bertauhid. Keimanan mewajibkan adanya
syariat, sehingga orang yang tidak menjalankan syariat maka berarti ia tidak
beriman dan bertauhid. Sementara orang yang bersyariat harus beradab. Dengan demikian beradab berarti ia
juga bertauhid, beriman dan bersyariat.
Dua hal yang harus diperhatikan dalam menuntut
ilmu, yaitu pertama bagai murid hendaknya berniat suci, jangan sekali-kali
berniat untuk hal-hal duniawi, jangan melecehkan dan menyepelekannya. Kedua,
bagi guru dalam mengajarkan ilmunya meleuruskan niat, tidak mengharapkan materi
semata-mata. Dalam penjelasannya tidak ada definisi khusus tentang belajar.
Tetapi yang menjadi titik tekan pengertian belajar adalah ibadah mencari ridha
Allah yang mengantarkan seseorang untuk memperoleh kebahagiaan dunia dan
akhirat. Belajar harus diniatkan untuk mengembangkan dan melestarikan
nilai-nilia islam, bukan hannya sekedar menghilangkan kebodohan.[16]
b. Tugas dan tanggung jawab murid
1) Etika yang harus diperhatikan dalam
belajar
Etika
dalam belajar yaitu membersihkan hati dari keduniawian, membersihkan niat,
tidak menunda-nunda kesempatan belajar. Sabar dan qana’ah,pandai mengatur
waktu,menyederhanakan makan dan minum, bersikap hati-hati (wara’), menghindari
makanan dan minuman yang menyebabkan kemalasan dan kebodohan, menyedikitkan
waktu tidur, meninggalkan hal-hal yang kurang berfaedah.
2) Etika seorang murid terhadap guru
Etika
seorang murid terhadap guru yaitu memperhatikan dan mendengarkan apa yang
disampaikan oleh guru, memilih guru yang wara’ dan profesional, mengikuti
jejak-jejak guru, memuliakan guru, memperhatikan hak guru, bersabar terhadap
kekerasan guru, berkunjung ke rumah guru, duduk dengan rapi dan sopan ketika
berhadapan dengan guru, berbicara dengan sopan dan lemah lembut, mendengarkan
fatwanya, jangn sekali-kali menyela-nyela ketika guru sedang menjelaskan,
menggunakan anggota yang kanan ketika menyerahkan sesuatu kepadanya.
3) Etika murid terhadap pelajaran
Etika murid terhadap pelajaran yaitu memperhatikan
ilmu yang fardhu ‘ain, mempelajari ilmu-ilmu yang mendukung ilmu fardhu ‘ain,
berhati-hati dalam menanggapi ikhtilaf ulama’, mendiskusikan dan menyetorkan
hasilnya kepada orang yang dipercaya, menganlisa dan menyimak ilmu, mempunyai
cita-cita tinggi, bergaul dengan orang yang ilmu lebih tinggi, ucapkan salam
ketika sampai di majlis ta’lim, hendaklah bertanya jika belum paham,, jangan
mendahukui antrian, selalu membawa catatan, pelajari pelajaran yang telah
diberikan, sealalu semanagat dalam belajar.
c. Tugas dan tanggung jawab guru
1) Etika seorang guru
Etika
yang harus dimiliki seorang guru antara lain : selalu mendekatkan diri kepada
Allah, takut kepada Allah, bersikap
tenang, wara’, khusu’, mengadukan persoalan kepada Allah, tidak menggunakan
untuk meraih keduniawian semata, zuhud, menghindari hal-hal yang rendah,
menghindari tempat-tempat yang kotor dan tempat ma’siyat, mengamalkan sunnah
Nabi, bersikap ramah, ceria, suka menebarkan salam, semangat menambah ilmu
pengetahuan, tidak sombong, membiasakan diri menulis, mengarang dan meringkas.
2) Etika guru dalam mengajar
Etika
guru ketika mengajar yaitu mensucikan diri dari hadts dan kotoran, berpakaian
rapi, sopan dan berbau wangi, berniat ibadah, menyampaikan perintah allah,
selalu membaca untuk menambah ilmu pengetahuan, mengucapkan salam ketika masuk
kelas, berdo’a dahulu sebelum memulai pelajaran, berpenampilan yang kalem,
menjauhkan diri dari banyak bergurau dan tertawa, jangan mengajar ketikakondisi
marah, lapar, dan mengantuk, mengambil tempat duduk yang strategis,
mendahukukan materi yang penting, menciptakan ketenangan dalam belajar, dan
memberikan kesempatan bertanya jika ada yang belum jelas atau belum paham.
3) Etika terhadap buku, alat pelajaran dan
hal-hal yang berkaitan dengannya.
Etika
terhadap pelajaran yaitu berusaha memiliki buku yang diajarkan, merelakan dan
mengizinkan apabila ada teman yang pinjam, meletakkan buku pelajaran di tempat
yang terhormat, memeriksa dahulu ketika
membeli atau meminjam buku, , bila menyalin buku pelajaran syari’ah hendaknya bersuci dahulu dan mengawalinya
dengan basmalah.
F. Prof.
Dr. Mahmud Yunus
1.
Biografi
Mahmud Yunus lahir di Batusangkar, Sumatra Barat
pada tanggal 10 Pebruari 1899 dan wafat pada tanggal 16 Januari 1982. Beliau
termasuk tokoh pendidikan islam indonesia yang gigih memperjuangkan masuknya
pendidikan agama ke sekolah umum dan ikut berusaha memperjuangkan berdirinya
Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN).
2. Usaha dan Pemikiran Pendidikan
Usaha yang dilakukan Mahmud Yunus di bidang
pendidikan setelah kembali ke indonesia yaitu memperbaruai madrasah yang pernah
dipimpinnya di sungayang yang bernama al-Jami’ah al-Islamiyah, dengan
mendirikan sekolah yang kurikulumnya memadukan ilmu agama dan ilmu umum yaitu
Normal Islam. Madrasah ini yang pertama kali memiliki Laboratorium ilmu fisika
dan kimia di Sumatra Barat. Pembaruan di diutamakan pada metode mengajar bahasa
arab.
Mahmud Yunus memilki komitmen dan perhatian yang
besar terhadap upaya membangun, meningkatkan dan mengembangkan pendidikan agama
islam, Diantara gagasan dan pemikirannya adalah :
a. Dari segi tujuan pendidikan islam,
hendaknya lulusan pendidikan islam mutunya lebih baik dan mampu bersaing dengan
lulusan sekolah yang sudah maju.
b. Dari segi kurikulum,beliau menawarkan
pengajaran bahasa arab yang integrated antara satu cabang dengan cabang lainnya
dalam ilmu bahasa arab.
c. Dalam bidang kelembagaan, perlu mengubah
sistem yang bercorak individual kepada sistem pengajaran klasikal.
d. Dari segi metode pengajaran, hendaknya
cara mengajarkan agama sesuai dengan tingkat usia dan jenjang pendidikan dengan
menggunakan metode yang bervariasi.[17]
G. Muhammad Natsir
1. Biografi
Beliau lahir di jembatan berukir, alahan panjang,
kabupaten Solok, Sumatra Barat pada tanggal 17 Juli 1908. Ibunya bernama
khadijah, sedangkan ayahnya bernama Mohammad Idris Sutan Saripado, seorang
pegawai rendah yang pernah menjadi juru tulis pada kantor kontroler di Mininjau
dan sipir penjara di Sulawesi Selatan.
2. Gagasan dan pemikiran
Gagasan dan pemikiran Beliau berbicara tentang
beberapa komponen pendidikan yaitu :
a. Tentang peran dan fungsi pendidikan,
pendidikan harus mampu membimbing manusia mencapai pertumbuhan dan perkembangan
jasmani maupun rohani secara sempurna, menjadikan anak didik berakhlak mulia,
membentuk manusia yang jujur dan benar, membawa manusia menjadi hamba Allah
SWT.
b. Tentang tujuan pendidikan Islam,
pendidikan harus mampu menghasilkan manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Allah SWT.
c. Tentang dasar pendidikan, tauhid harus
dijadikan dasar pendidikan.
d. Tentang ideologi dan pendekatan dalam
pendidikan,konsep pendidikan integral, harmonis dan universal harus diapakai.
e. Tentang bahasa asing, bahwa bahas asing
amat besar peranannya dalam mendukung kemajuan dan kecerdasan bangsa.
H. Ki Hajar Dewantara
1. Biografi
Beliau lahir pada tanggal 2 Mei 1889 di Yogyakarta
dan wafat pada tanggal 26 April 1959. Ayahnya Suryaningrat, putra Paku alam
III. Beliau adalah bapak pendidikan Nasional indonesia. Prinsip pendidikan yang sangat demokratis dari belaiu adalah ing
ngarso sing tulodo (di depan memberi contoh), ing madya mangun karso ( di tengah membangkitkan
kreativitas), dan tut wuri handayani (di belakang memberikan pengawasan).
2. Gagasan dan pemikiran pendidikan
a. Tentang Visi, misi, dan tujuan pendidikan,
pendidikan sebagai alat perjuangan untuk mengangkat harkat, martabat dan
kemjuan manusia secara universal, sehingga mampu berdiri kokoh dan bersaing dengan bangsa lain.
b. Kurikulum
(mata pelajaran ), untuk anak usia TK, hendaknya diajarkan, permainan,
olahraga, menyanyi, menari, cerita berwujud dongeng, dan pelajaran mengenal
tempat di sekelilingnya. Untuk Taman Muda (masa wiraga wirama), hendaknya
diajarkan : olahraga, pencak, menari, menyanyi, bahasa dan cerita
kesusasteraan, dan pengetahuan tentang kodrat alam. Untuk taman dewasa (masa
wirama) hendaknya diajarkan olahraga, menari, kesenian, bahasa dan kesusateraan
daerah dan indonesia, bahasa asing, koperasi, majalah dan lain-lain.
c. Pendidikan budi pakerti, yang ditekankan
pada pembentukan karakter, perilaku dan kepribadian yang baik.
d. Pendidikan agama didasarkan pada
toleransi, kebebasn menyatakan keagamaan.
e. Wawasan global internasional, hendaknya
diajarkan bahasa asing yaitu bahasa inggris. Bahasa arab, dan bahasa jerman
agar mampu berhubungan dengan dunia internasional.
f.
Sistem
pondok, memiliki banyak keuntungan yaitu hemat biaya, membangun kebersamaan,
kesederhanaan hidup, keberanian berkorban, dan pemanfaatn waktu
sebanyak-banyaknya
I. K. H. Imam Zarkasyi
1. Biografi
Beliau lahir di Gontor , Ponorogo Jawa Timur pada
tanggal 21 Maret 1910, dan wafat pada tanggal 30 maret 1985. ayahnya bernama
Santausa Annam Bashri, dari pangeran Hadiraja Adipati merupakan generasi ketiga
dari pimpinan gontor lama dan generasi kelima dari pangeran Hadiraja Adipati
Anom, putra kesepuhan sultan cirebon. Sedangkan ibunya adalah keturunan bupati
suriadiningrat.
2. Pemikiran pendidikan
a. Pembaruan metode dan sistem pendidikan
b. Pembaharuan metode dan sistem pendidikan
pesantren di gontor yaitu menerapkan sistem klasikal dalam bentuk penjenjangan
dalam jangka waktu yang ditetapkan, memperkenalkan kegiatan di luar jam
pelajaran seperti olahraga, kesenian, keterampilan, pidato dalam tiga bahasa
(indonesia, arab, inggris), pramuka dan organisasi pelajar, perpaduan sistem
sekolah dengan sistem asrama (pesantren) tetap dipertahankan, menganjurkan agar
para santri memiliki kitab yang dipakai di pesantren tradisional,dan menerapkan
disiplin yang ketat.
c. Kurikulum pesantren
d. Kurikulum yang diterapkan Imam Zarkasyi di
pondok pesantren modern Gontor yaitu 100% umum dan 100% agama. Disamping
pelajaran tafsir, hadits, fiqih, ushul fiqh, beliau juga mengajarkan
pengetahuan umum seperti, ilmu alam, ilmu hayat, ilmu bumi, ilmu pendidikan,
ilmu pasti, ilmu sejarah, ilmu jiwa dan lain-lain. Mata pelajaran yang
ditekankan dan harus menjadi karakteristik lembaga pendidikannya yaitu
pelajaran bahasa arab dan bahasa inggris.
e. Pembaharuan Struktur dan sistem manajemen
pesantren
f.
Untuk
kepentingan pendidikan dan pengajaran islam imam Zarkasyi dan dua saudaranya
mewakafkan pondok pesantren gontor kepada badan wakaf pondok modern
gontor.dengan ditandatangani piagam penhyerahan wakaf, maka pondok modern gontor
tidak lagi menjadi milik pribadi, tetapi menjadi milik umat islam dan semua
umat islam bertanggung jawab atasnya.
g. Pembaharuan Pola pikir santri dan
kebebasan pesantren
h. Setiap santri ditanamkan jiwa agar
berdikari dan bebas. Sikap ini tidak saja belajar dan berlatih mengurusnya
sendiri dan menentukan jalan hidupnya di masyarakat, tetapi juga pondok modern
gontor harus tetap independen dan tidak bergantung kepada pihak lain. Hal ini
diperkuat dengan semboyan gontor di atas dan untuk semua golongan. Kemandirin
pondok pesantren gontor terlihat adanya kebebasan mennetukan jalan hidupnya
kelak. Imam zarkasyi sering mengatakan gontor tidak mencetak pegawai tetapi
mencetak majikan untuk dirinya sendiri.[18]
[1] Ramayulis dan Samsul
Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta
: Kalam Mulia, 2009. hlm : 327
[3] Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam ( Jakarta : PT Ihtiar
Baru Van Hoeve, 1994 ), 163.
[4] Ruchman Basori, Pesantren
Modern Indonesia ( Jakarta
: PT Inceis cetakan ke dua, 2008), 64.
[5] Mujamil Qomar, Manajemen
Pendidikan Islam ( Malang : Erlangga. 2007 ) , 73.
[6] Samsul Nizar, filsafat pendidikan Islam ( Jakarta : Ciputat Pres. 2002 ), 159.
[8] Deliar Noer,
Gerakan Modern, Tim Pembina Al-Islam dan Kemuhammadiyahan, Sejarah
Muhammadiyah, Pemikiran dan amal Usaha, Yogyakarta : Tiara Wacana,
1990.hal.62
[10] Karel A.
Steenbrink, Pesantren, Madrasah dan sekolah pendidikan islam dalam kurun
modern, Jakarta : LP3ES, 1986, hal..43
[11] S.M.N al-Attas, Preliminary
thoughts on the Nature of knowledge and Definition and Aims Education,
Jeddah : King Abdul Aziz University Press, 1980 hal.35
[12] S. M.N. al-Attas,
The Concept of Education in Islm, a framework for an islamic philosophy of
Education, Kuala Lumpur : ABIM, 1980, hal.39
[17] Dr. H. Abuddin Nata,
Tokoh-tokoh Pembaharu Pendidikan Islam Indonesia, Jakarta : PT
Rajagrafindo Persada, 2005, hal.57-70
[18] Dr. H. Abuddin
Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam, Jakarta : PT Rajagrafindo
Persada, 2003, hal.195-210
mantapp gan , bagusss insfiratif
BalasHapusBermanfaat
BalasHapus